Senin, 26 September 2011

Meraih Cita-cita Dengan DUIT

ali akbar bin agilDalam sebuah pertemuan di Panti Asuh Yatim-Piatu, seorang direktur yang dulunya hidup sebagai yatim bertanya kepada anak-anak di panti itu. “Anak-anak nanti kalau sudah besar, mau jadi apa?”
Anak-anak menjawab dengan antusias, “Saya mau jadi dokter.” “Saya mau jadi pilot.” “Aku mau jadi tentara.” “Aku mau jadi insinyur…” Walhasil, beragam cita-cita di masa depan, mereka ajukan sebagai jawaban atas pertanyaan, “Mau jadi apa?”

Setelah hampir semuanya menjawab, si penanya berkata. “Kalian boleh jadi apa saja, sesuka hati dan bakat kalian. Yang mau jadi pilot, monggo. Yang mau jadi tentara, polisi, dokter, insinyur, atau apa saja, silakan. Silakan, anak-anak. Tapi untuk menuju cita-cita tersebut, kalian harus punya DUIT!”

Anak-anak terbengong mendengar kata terakhir ini, DUIT. Berarti harus jadi orang kaya dong kalau mau meraih cita-cita, begitu kurang lebih gumam mereka. Sebelum mereka berpikir macam-macam, buru-buru sang direktur mengatakan, “Yang saya maksud DUIT di sini adalah singkatan dari Doa, Usaha, Istiqamah, dan Tawakkal.”

Menarik untuk mengurai ungkapan sang bapak direktur yang dulunya anak yatim, hidup pas-pasan namun dengan DUIT-nya kini ia telah meraih cita-citanya, setidaknya yang saya ketahui ia hidup layak dengan seorang istri dan dua anaknya di kota Malang.

Pertama, D = Doa. Sebagai manusia kita adalah makhluk yang lemah, lemah sekali. Kelemahan merupakan bukti kekurangan yang ada pada diri kita. Kekurangan itu meniscayakan bagi kita untuk berdoa kepada Allah. Dengan berdoa kepada Allah, kita mengadu, mengakui kelemahan dan kekurangan  itu.

Doa merupakan senjatu ampuh orang beriman yang tak dapat dipatahkan oleh senjata apapun. Doa melahirkan optimisme dan harapan dan juga memunculkan kemantapan dalam melangkah dan berpijak. Pupuk keimanan dan sumber penyemangat untuk terus berkarya mengukir amal adalah doa.

Kedua, Usaha. Islam sangat menghargai orang yang selalu tak putus berusaha atau bekerja. Baik yang berkaitan dengan upaya mencari penghidupan maupun yang berhubungan dengan peran sosial seseorang di tengah masyarakat. Rasulullah SAW menempatkan bekerja mencari nafkah sebagai amal yang dapat menghapus dosa.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir ra, Rasulullah SAW menegaskan, “Sesungguhnya di antara dosa itu ada dosa yang tidak dapat dihapus oleh shalat, puasa, haji, dan umrah, tetapi dapat terhapus oleh lelahnya seseorang dalam mencari nafkah.”

Dalam hadis yang lain, beliau juga menegaskan bahwa seseorang yang membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian memikul ke pasar, lalu menjualnya adalah lebih baik daripada ia harus meminta-minta. (HR Bukhari-Muslim).

Dalam sejarah kita melihat bagaimana hebatnya prestasi kerja para sahabat Rasulullah. Di antara mereka ada yang berdagang, bertani, dan menjalani berbagai pekerjaan halal lainnya. Mereka melakukan pekerjaan itu dengan penuh dedikasi dan semangat tinggi, di sela-sela perjuangan mereka menegakkan agama Islam.

Ketiga, Istiqamah. Istiqamah adalah sikap berpendirian yang kuat, tak mudah diombang-ambingkan dalam suatu kondisi. Tetap ajeg dan berdiri kukuh dalam membuktikan nilai-nilai keimanan.

Perintah Istiqamah terasa berat bahkan oleh Nabi Muhammad sendiri. Ketika turun ayat perintah istiqamah (Qs. Hudd : 11), dikatakan oleh Muhamamd Ali Ash-Shabuni dalam tafsirnya, “Tidak diturunkan sebuah ayat pun dalam Al-Qur`an kepada Rasulullah SAW yang lebih berat dari ayat ini, sehingga para sahabat berkata, “Mengapa rambut engkau cepat beruban, wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Surah Huud dan kawan-kawannya telah menyebabkan rambutku beruban.”

Keempat, Tawakkal. Tawakkal ialah sikap seorang Muslim dalam menyerahkan segala urusan kepada Allah. Namun, tawakkal bukan berhenti berikhtiyar dan berusaha untuk mencoba.

Di masa Rasul, ada seseorang yang tidak menambatkan tali ontanya dengan dalih ingin bertawakkal. Kata orang ini, “Ya Rasul, saya melepaskan onta milik saya, kemudian setelah itu bolehkah saya bertawakkal?“ Nabi menjawab, “Ikat dan tambatkan dulu, baru bertawakkallah!” Nabi memberi pelajaran kepada kita, dengan seolah mengatakan, “Berusahalah (ikatlah onta) terlebih dahulu lalu serahkan urusan setelahnya kepada Allah.”
sumber [catatan habib ali akbar bin agil]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar